SISTEM PERADILAN ISLAM DI INODNESIA DARI MASA PRA KEMERDEKAAN SAMPAI MASA SEKARANG
Abstract
Dalam penerapan pelaksanaan ajaran Islam yang bersifat hablum minannas, sering terjadi persinggungan antara Ummat Islam. Hal ini secara eksplisit diakui oleh Allah sebagaimana yang terapat dalam surat al-Hujurat ayat 9 dan memerintahkan untuk menyelesaikan persengketaan yang terjadi di antara manusia. Tulisan ini ingin menggambarkan sistem peradilan Islam di Indoesia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang berbentuk research dengan metode analisis content analisis. Berdasarkan hasil penelitian detemukan tentang adanya sistem peradilan Islam di Kepulauan Nusantara sebelum pendudukan Belanda, Inggris dan Jepang di Indonesia dikendalikan oleh raja dan shultan dengan bentuk kewenangan yang berbeda antara satu kerajaan dengan kerajaan lain. Pada masa awal kependudukan Belanda, Belanda tidak ikut campur masalah peradilan dan hukum Islam yang mengatur masyarakat pribumi dengan kehadiran VOC. Kemudian muncul teori receptio in complexu yang digagas oleh Salomon Keyzer, yang diperkuat oleh Lodewijk Willem Christian van den Berg. Kemudian Snoch Hourgeonje mengembangkan teori receptie. Teori ini berlaku sampai dengan masa kedudukan Jepang, bahkan sampai Indonesia Merdeka. Muncul Mahkamah Syar’iyah di Aceh, adanya Peradilan Agama Islam serta adanya pengakuan terhadap peradilan adat yang ada di Aceh berikut kewenangannya.
References
Abbas, S. (2004). Hukum Adat dan Hukum Islam di Indonesia, Cet. I, Batuphat-Lhokseumawe: Nadia Foundation.
Azizy, Q. (2004). Eklektisisme Hukum Islam di Indonesia: Kompetisi antara Hukum Islam dan Hukum Umum, Cet. II, Yogyakarta: Gama Media.
Barkatullah, A, H., Prasetyo, T. (2006). Hukum Islam Menjawab Tantangan Zaman yang Terus Berkembang Membahas: Perkembangan Hukum Islam, Hukum Keluarga Islam, Hukum Ekonomi Islam, Hukum Pidana Islam, Cet. I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fuad, M. (2005). Hukum Islam Indonersia dari Nalar Partisipatoris hingga Emansipatoris, Cet. I, Yogyakarta: LkiS.
Gunaryo, A. (2006). Pergumulan Politik dan Hukum Islam: Reposisi Peradilan Agama dari ”Peradilan Pupuk” Bawang Menuju Peradilan yang Sesungguhnya, Cet.I Semarang: Pustaka Pelajar kerjasama dengan IAIN Walisongo Semarang.
Hooker, M, B. (2003). Islam Mazhab Indonesia Fatwa-fatwa dan Pembaharuan Sosial, Terj. Iding Rosyidin Hasan, Cet. II, Jakarta; Teraju, 2003).
Hurgronje, S. (1996). Aceh; Rakyat dan Adat Istiadatnya (I), Terj, Sutan Mimoen, Jakarta: INIS.
Jazuni. (2005). Legisasi Hukum Islam di Indonesia, Cet. I, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Ka’bah, R. (2004). Penegakan Syari’at Islam di Indonesiaí, Cet. I, Jakarta; Khairul Bayan, Sumber Pemikiran Islam.
Keputusan Presiden Republik Indonesis 11 tahun 2003 tentang Mahkamah Syar’iyah dan Mahkamah Syar’iyah Propinsi di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Madkur, M, S. (1993). Al-Qadha-u fi al-Islami, terj. Imron A.M., Cet. IV, Surabaya: Bina Ilmu.
Mansari, M., & Moriyanti, M. (2019). Sensitivitas Hakim Terhadap Perlindungan Nafkah Isteri Pasca Perceraian. Gender Equality: International Journal of Child and Gender Studies, 5(1), 43-58.
Moehammad Hoesin, Adat Atjeh, Banda Aceh: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh, 1970.
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Hukum Islam di Indonesia, Cet. Kesebelas, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004
Rofiq, A. (2006). Hukum Islam di Indonesia, Ed. 1, Cet. 6, Jakarta:PT. RajaGrafindo Persada.
Muthalib, S. A., Mansari, M., Mahmuddin, M., Zainuddin, M., & Arifin, H. (2021). Analisis Kepentingan Terbaik Bagi Anak dalam Hukum Jinayat Aceh. Al-Mashlahah Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial, 9(02).
Zainuddin, H, M. (1961). Tarich Atjeh dan Nusantara, Jlid I, Cet. I, Medan: Pustaka Iskandar Muda.
Zainuddin. (1995). Kontekstualisasi Ajaran Islam 70 Tahun Prof. Dr. H. Munawir Sjadzali, MA, Cet. I, (Jakarta Selatan; kerjasama IPHI dan Yayasan Waqaf Paramadina.
Zuhaily, W. (1989). Al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, Juz VI, Cet. III, Damsyik: Dar al-Fikr.